SHALAT JAMAK & QHASAR

    1. Jamak
Salat Jamak yaitu salat yg dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus dalam perjalanan)[1]. Adapun pasangan salat yang bisa dijamak adalah salat Dzuhurdengan Ashar atau salat Maghrib dengan Isya. Salat jamak dibedakan menjadi dua tipe yakni:
§  Jama' Taqdim penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar dengan salat Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu salat Magrib)
§  Jama' Ta'khir penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu salat yang berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan salat Asar pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat Isya pada waktu salat Isya)

                                                    i.      Syarat Jamak Taqdim
·         Tertib. Apabila musafir akan melakukan jamak salat dengan jamak taqdim, maka dia harus mendahulukan salat yang punya waktu terlebih dahulu. Semisal musafir akan menjamak salat maghrib dengan shoalt isya', maka dia harus mengerjakan salat maghrib terlebih dahulu. Apabila yang dikerjakan terlebih dahulu adalah salat isya', maka salat salat isya'nya tidak sah. Dan apabila dia masih mau melakukan jamak, maka harus mengulangi salat isya'nya setelah salat maghrib.
·         Niat jamak pada waktu salat yang pertama. Apabila musafir mau melakukan salat jamak dengan jamak taqdim, maka diharuskan niat jamak pada waktu pelaksanaan salat yang pertama. Jadi, selagi musholli masih dalam salat yang pertama (asal sebelum salam), waktu niat jamak masih ada, namun yang lebih baik, niat jamak dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram.
·         Muwalah (bersegera). Antara kedua salat tidak ada selang waktu yang dianggap lama. Apabila dalam jamak terdapat pemisah (renggang waktu) yang dianggap lama, seperti melakukan salat sunah, maka musholli tidak dapat melakukan jamak dan harus mengakhirkan salat yang kedua serta mengerjakannya pada waktu yang semestinya.
·         Masih berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Orang yang menjamak salatnya harus berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Apabila sebelum melaksanakan salat yang kedua ada niatan muqim, maka musholli tidak boleh melakukan jamak, sebab udzurnya dianggap habis dan harus mengakhirkan salat yang kedua pada waktunya.[3]
                                                  ii.      Syarat Jamak Takhir
·         Niat menjamak ta'khir pada waktu shalat yang pertama. Misalnya, jika waktu shalat zhuhur telah tiba, maka ia berniat akan melaksanakan shalat zhuhur tersebut nanti pada waktu ashar.
·         Pada saat datangnya waktu shalat yang kedua, ia masih dalam perjalanan. Misalnya, seseorang berniat akan melaksanakan shalat zhuhur pada waktu ashar. Ketika waktu ashar tiba ia masih berada dalam perjalanan. Dalam jamak ta'khir, shalat yang dijamak boleh dikerjakan tidak menurut urutan waktunya. Misalnya shalat zhuhur dan ashar, boleh dikerjakan zhuhur dahulu atau ashar dahulu. Di samping itu antara shalat yang pertama dan yang kedua tidak perlu berturut-turut (muwalat). Jadi boleh diselingi dengan perbuatan lain, misalnya shalat sunat rawatib.[3]
Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya-baik musafir atau bukan- dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317).
Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan orang sakit.(Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).
Berkata Imam Nawawi rahimahullah :”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).


    1. Qashar
                                                              i.      Dalil Naqli Shalat Qhasar
1.      “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS an-Nisaa’ 101)
2.      Dari ‘Aisyah ra berkata : “Awal diwajibkan salat adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi salat safar dan disempurnakan ( 4 rakaat) bagi salat hadhar (tidak safar).” (Muttafaqun ‘alaihi)
3.      Dari ‘Aisyah ra berkata: “Diwajibkan salat 2 rakaat kemudian Nabi hijrah, maka diwajibkan 4 rakaat dan dibiarkan salat safar seperti semula (2 rakaat).” (HR Bukhari) Dalam riwayat Imam Ahmad menambahkan : “Kecuali Maghrib, karena Maghrib adalah salat witir di siang hari dan salat Subuh agar memanjangkan bacaan di dua rakaat tersebut.”
                                                            ii.      Yang Diperbolehkan Shalat Qhasar
Salat qashar merupakan salah satu keringanan yang diberikan Allah. Salat qashar hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir). Dan diperbolehkan melaksanakannya bersama Salat Jamak.

                                                          iii.      Jarak Qhasar
Seorang musafir dapat mengambil rukhsoh salat dengan mengqashar dan menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu. Beberapa hadits tentang jarak yang diijinkan untuk melakukan salat qashar :
§  Dari Yahya bin Yazid al-Hana?i berkata, saya bertanya pada Anas bin Malik tentang jarak salat Qashar. Anas menjawab: “Adalah Rasulullah SAW jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh beliau salat dua rakaat.” (HR Muslim)
§  Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar salat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadits mauquf)
§  Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata: “Qashar salat dalam jarak perjalanan sehari semalam.”
Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar salat dan buka puasa pada perjalanan menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.
Ibnu Abbas menjelaskan jarak minimal dibolehkannya qashar salat yaitu 4 burd atau 16 farsakh. 1 farsakh = 5541 meter sehingga 16 Farsakh = 88,656 km. Dan begitulah yang dilaksanakan sahabat seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Sedangkan hadits Ibnu Syaibah menunjukkan bahwa qashar salat adalah perjalanan sehari semalam. Dan ini adalah perjalanan kaki normal atau perjalanan unta normal. Dan setelah diukur ternyata jaraknya adalah sekitar 4 burd atau 16 farsakh atau 88,656 km. Dan pendapat inilah yang diyakini mayoritas ulama seperti imam Malik, imam asy-Syafi’i dan imam Ahmad serta pengikut ketiga imam tadi.
Tentang masafah (jarak tempuh) yang seseorang dibolehkan mengqoshor shalat, Ibnu al-Mundzir menceriterakan, bahwa ada kurang lebih 20 pendapat ulama yang berbeda-beda tentang itu (lihat Fathul Bari/ Juz III/ hal. 473/ Bab tentang في كم يقصر الصلاة ؟


                                                          iv.      Lama Waktu Qhashar
Jika seseorang musafir hendak masuk suatu kota atau daerah dan bertekad tinggal disana maka dia dapat melakukan qashar dan jama’ salat. Menurut pendapat imam Malik dan Asy-Syafi’i adalah 4 hari, selain hari masuk kota dan keluar kota. Sehingga jika sudah melewati 4 hari ia harus melakukan salat yang sempurna. Adapaun musafir yang tidak akan menetap maka ia senantiasa mengqashar salat selagi masih dalam keadaan safar.
Berkata` Ibnul Qoyyim: “Rasulullah SAW tinggal di Tabuk 20 hari mengqashar salat.” Disebutkan Ibnu Abbas dalam riwayat Bukhari: “Rasulullah SAW melaksanakan salat di sebagian safarnya 19 hari, salat dua rakaat. Dan kami jika safar 19 hari, salat dua rakaat, tetapi jika lebih dari 19 hari, maka kami salat dengan sempurna.”

                                                            v.      Adab Shalat Qhasar
Seorang musafir boleh berjamaah dengan Imam yang muqim (tidak musafir). Begitu juga ia boleh menjadi imam bagi makmum yang muqim. Kalau dia menjadi makmum pada imam yang muqim, maka ia harus mengikuti imam dengan melakukan salat Imam (tidak mengqashar). Tetapi kalau dia menjadi Imam maka boleh saja mengqashar salatnya, dan makmum menyempurnakan rakaat salatnya setelah imammya salam

0 Response to "SHALAT JAMAK & QHASAR"

Post a Comment